Jakarta, E Channel.co.id – Dibalik toko bahan bangunan di Sleman, Yogyakarta, ada ruang kecil 4×4 meter yang menjadi tempat tumbuhnya mimpi besar beberapa anak muda. Di tengah hangatnya senja, ruang sederhana itu menjadi saksi perjalanan Hanenda.IDN, jenama fashion berkelanjutan yang digagas oleh Meyna Cinta Ratulian, pemudi asal Jogja.

Gagal Kuliah Lahirlah Hanenda.IDN

Cinta, begitu ia akrab dipanggil, saat itu masih berusia 18 tahun, memulai bisnis ini usai gagal masuk ke jurusan psikologi di universitas impiannya. “Sedih? Tentu. Tapi ternyata semesta membawa saya ke tempat yang lebih cocok,” tuturnya. Bersama sepupunya, Ayun, Lana, dan beberapa rekan lainnya, ia menjadikan batik dan lurik sebagai medium ekspresi dan perubahan sosial.

Hanenda.ID bukan sekadar merek. Ia lahir dari kegagalan, tumbuh dari tekad, dan dirawat oleh cita-cita. Dimulai dari muslimwear, kemudian merambah ke wastra nusantara, hingga akhirnya menetapkan identitasnya sebagai jenama sustainable fashion berbasis budaya Jogja, dengan menggunakan bahan ramah lingkungan seperti rayon viscose, katun, dan ke depan tencel serta linen.

Makna di Balik Motif Hanenda

Tak sekadar busana, tiap produk Hanenda memiliki motif yang bercerita. Salah satunya berupa sandi Morse dari filosofi Jawa “Adigang Adigung Adiguna”.  Cinta juga membuat motif burung punglor sebagai bentuk kepeduliannya terhadap satwa endemik Sleman yang terpinggirkan. Desain berupa poppy flower menjadi wujud dukungan mereka terhadap Palestina.

Untuk koleksi terbarunya, Cinta membocorkan rencananya. “Kami akan mengadakan kampanye: setiap pembelian satu produk = menanam satu pohon di lereng Merapi bekerja sama kami dengan Taman Nasional Gunung Merapi,” ungkap Cinta. Ini menjadi bukti komitmen Hanenda untuk menjahit masa depan yang ramah lingkungan.

UMi Youthpreneur: Titik Balik Bisnis Berkelanjutan

Tahun 2024 menjadi titik balik. Cinta mengikuti UMi Youthpreneur, program tahunan dari Pusat Investasi Pemerintah (PIP), SMV Kementerian Keuangan yang mengelola pembiayaan ultra mikro. Lewat program ini, ia mengikuti mentoring intensif, pitching, dan akhirnya lolos sebagai juara 1 kategori umum bidang fesyen. “Sempat hopeless, tapi saya ingat masukan juri bahwa Hanenda memiliki nilai yang bisa mendorong pola pikir konsumen, tinggal diperdalam,” jelasnya.

Eksposur yang didapat Cinta sebagai pemenang di ajang tersebut membuat produk Hanenda semakin dikenal luas. Hadiah Rp 20 juta yang ia menangkan digunakan untuk meningkatkan kapasitas produksi. Kini, mesin jahit yang lebih memadai membantu Hanenda memenuhi permintaan dari berbagai kota, termasuk pesanan dari BUMN.

Program PIP dan Masa Depan UMKM Muda

Per Desember 2024, program UMi (Ultra Mikro) telah menjangkau 11,84 juta pelaku usaha di 510 Kabupaten/Kota se-Indonesia, dengan total pembiayaan Rp44,64 triliun. UMi Youthpreneur menjadi platform penting bagi pengusaha muda Indonesia untuk belajar, tumbuh, dan membangun jejaring.

Bagi Cinta, program ini bukan sekadar kompetisi, tapi ruang kolaborasi dan inspirasi. “UMi YouthPreneur memberikan ruang untuk belajar dan bertumbuh bersama. Kami juga saling mengenal dan berbagi inspirasi dengan peserta lain. Kadang ide itu tidak datang dari ruang produksi, tapi dari obrolan dengan orang lain,” ucapnya penuh syukur. Ia bahkan merencanakan proyek bersama alumni dari Jawa Timur.

Fesyen Berkelanjutan dan Mimpi Global

Cinta menilai produk yang bernafas budaya Indonesia memiliki kekuatan dari cerita dan maknanya. “Saya ingin membawa cerita  itu ke dunia dan membuat Hanenda dikenal di mancanegara” sambungnya. Ia menekankan komitmennya dengan tim di Hanenda untuk membangun ekosistem berkelanjutan. Caranya dengan merangkul petani lokal, pengrajin, hingga penjahit.

Hanenda.ID adalah bukti bahwa ruang kecil bisa melahirkan mimpi besar. Dari sebuah sudut di Sleman, Cinta dan timnya menjahit masa depan—satu helai kain, satu harapan, satu perubahan.    

(Sumber: https://mediakeuangan.kemenkeu.go.id)