Aksi unjuk rasa menolak revisi UU TNI juga terus berlangsung di berbagai daerah seperti Jakarta, Kupang, dan Surabaya. ( foto : Wikipedia)

Jakarta – Gelombang penolakan terhadap revisi Undang-Undang (UU) Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) terus berlanjut. Setelah DPR mengesahkan revisi ini dalam rapat paripurna pada 20 Maret 2025, sekelompok mahasiswa dari Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FH UI) mengambil langkah hukum dengan mengajukan uji formil ke Mahkamah Konstitusi (MK) pada 21 Maret 2025.

Para mahasiswa menilai bahwa proses pengesahan revisi UU TNI cacat formil karena tidak melibatkan partisipasi publik yang cukup serta tidak ada transparansi dalam penyusunan naskah akademik dan draf revisi. “Ketika kami melakukan aksi demonstrasi pun tidak didengar. Akhirnya kami menggunakan jalur hukum,” ujar Abu Rizal Biladina, mahasiswa FH UI angkatan 2023.

Sidang Dijadwalkan Pasca Idul Fitri

Berdasarkan informasi yang diperoleh, sidang pendahuluan uji formil revisi UU TNI diperkirakan akan berlangsung setelah Hari Raya Idul Fitri yang jatuh pada 1 April 2025. Hal ini memberi waktu bagi para pemohon untuk mempertajam permohonan mereka serta mengumpulkan lebih banyak data pendukung.

Salah satu mahasiswa pemohon, Muhammad Alif Ramadhan, mengungkapkan bahwa langkah ini diambil dengan harapan MK dapat menelaah perkara ini secara objektif. “Tren putusan MK akhir-akhir ini cukup baik. Harapannya MK tetap netral dan objektif dalam melaksanakan tugasnya,” katanya.

Peluang Gugatan di MK

Pakar hukum tata negara, Titi Anggraini, menilai bahwa uji formil ini berpeluang besar untuk dikabulkan. Ia merujuk pada Putusan MK Nomor 91/PUU-XVIII/2020 yang menekankan pentingnya partisipasi masyarakat dalam pembentukan undang-undang. “Proses pembentukan revisi UU TNI ini jelas bertentangan dengan prinsip-prinsip tersebut,” ujarnya.

Namun, ada tantangan lain yang harus dihadapi. Pakar hukum tata negara Bivitri Susanti mengingatkan bahwa revisi UU TNI masih belum resmi menjadi undang-undang karena belum ditandatangani oleh Presiden. Hal ini bisa membuat gugatan tidak dapat diterima oleh MK. “Namun, jika UU ini sudah diundangkan, gugatan bisa diajukan kembali,” kata Bivitri.

Latar Belakang dan Motivasi Gugatan

Gagasan untuk mengajukan uji formil ini muncul sejak 19 Maret 2025, sehari sebelum revisi UU TNI disahkan DPR. Para mahasiswa menilai bahwa revisi ini tetap mempertahankan unsur dwifungsi TNI, meskipun jumlah lembaga yang bisa dijabat oleh anggota aktif dikurangi. “Walaupun satu lembaga pun, kalau anggota TNI aktif bisa menjabat, itu sudah dwifungsi,” ujar Alif.

Selain itu, para pemohon juga menyoroti proses revisi yang dinilai tergesa-gesa dan tidak sesuai dengan prosedur legislasi. “Komisi I DPR sebenarnya memprioritaskan RUU Penyiaran dalam Prolegnas 2025, namun tiba-tiba revisi UU TNI disahkan mendahului tanpa transparansi,” kata Rizal.

Kelompok mahasiswa ini beranggotakan sembilan orang, termasuk Namoradiarta Siahaan, Kelvin Oktariano, M. Nurrobby Fatih, Nicholas Indra Cyrill Kataren, Mohammad Syaddad Sumartadinata, dan R. Yuniar A. Alpandi. Beberapa dari mereka bertindak sebagai kuasa hukum dalam pengajuan permohonan.

Aksi Mahasiswa dan Respon Publik

Selain jalur hukum, aksi unjuk rasa menolak revisi UU TNI juga terus berlangsung di berbagai daerah seperti Jakarta, Kupang, dan Surabaya. Namun, beberapa aksi diwarnai kericuhan dan laporan kekerasan oleh aparat keamanan. Di Malang, beberapa demonstran mengaku sempat ditahan dan dipukuli saat aksi berlangsung.

Alif menegaskan bahwa mereka tidak ingin mengerdilkan aksi turun ke jalan. “Semua cara perlawanan, termasuk demonstrasi, adalah mulia dan bermartabat,” katanya.

Dengan gugatan ini, mahasiswa berharap MK dapat mengoreksi proses legislasi yang dianggap tidak demokratis dan melanggar prinsip meaningful participation. Jika MK menerima uji formil ini, maka revisi UU TNI bisa batal demi hukum dan harus dibahas ulang dengan melibatkan publik secara lebih luas.

Tim E Channel.co.id | Jakarta