Jakarta, eChannel.co.id, Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) mengalami tekanan tajam pada perdagangan Senin pagi, 7 April 2025. Bloomberg mencatat, pada pukul 10.43 WIB, rupiah sempat menyentuh level Rp17.217 per dolar AS — posisi terlemah sejak awal 2020-an. Melemahnya rupiah ini terjadi di tengah gejolak pasar keuangan global akibat ketegangan dagang antara Amerika Serikat dan Tiongkok
Pelemahan rupiah tak lepas dari efek domino kebijakan proteksionis terbaru. Pemerintah AS pada 2 April 2025 mengumumkan kenaikan tarif impor terhadap sejumlah produk strategis asal Tiongkok. Tak butuh waktu lama, Beijing merespons pada 4 April 2025 dengan langkah retaliasi tarif serupa. Perang dagang jilid baru ini memicu sentimen negatif yang menyebar ke berbagai pasar keuangan global, termasuk kawasan Asia Tenggara.
Bank Indonesia (BI) tak tinggal diam. Dalam keterangan resminya, hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 7 April 2025 menyebutkan bahwa pihaknya telah melakukan intervensi secara agresif di pasar off-shore Non Deliverable Forward (NDF). Intervensi ini dilakukan secara berkelanjutan di pasar Asia, Eropa, hingga New York untuk menahan volatilitas nilai tukar.
Tekanan terhadap rupiah terjadi di tengah libur panjang Idul fitri 1446H, saat pasar domestik tutup dan transaksi banyak bergeser ke pasar luar negeri. “Bank Indonesia juga akan melakukan intervensi agresif di pasar domestik sejak pembukaan pasar tanggal 8 April 2025, melalui intervensi di pasar valas (Spot dan DNDF), serta pembelian Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder,” tulis BI dalam siaran persnya.
Tak hanya itu, BI juga mengoptimalkan berbagai instrumen likuiditas rupiah untuk memastikan kecukupan dana di pasar uang dan sistem perbankan nasional. Tujuannya, menstabilkan nilai tukar dan menjaga kepercayaan pelaku pasar dan mengurangi efek pelemahan rupiah.
Analis menilai, tekanan global ini bisa berlangsung sementara jika pemerintah AS dan Tiongkok segera membuka jalur diplomasi. Namun, sentimen investor tetap rentan selama ketidakpastian dagang belum mereda. Beberapa negara berkembang lain juga mengalami pelemahan mata uang dengan skala yang hampir serupa.
Langkah antisipatif BI ini diharapkan mampu meredam gejolak jangka pendek dan menstabilkan pasar dalam negeri. Sementara itu, pelaku usaha dan importir diharapkan meningkatkan kewaspadaan terhadap fluktuasi nilai tukar dalam beberapa pekan ke depan.
Redaksi echannel.co.id | sumber Bloomberg | Bank Indonesia