Pekalongan – Ratusan pekerja PT Panamtex yang tergabung dalam Serikat Pekerja Nasional (SPN) kembali menuntut kejelasan nasib mereka. Dalam audiensi dengan DPRD Kabupaten Pekalongan pada Senin, 26 Mei 2025, para buruh menyampaikan tujuh poin tuntutan yang hingga kini belum dipenuhi oleh perusahaan, meski status pailit PT Panamtex telah dibatalkan oleh Mahkamah Agung sejak 18 Februari 2025.
Ketua SPN PT Panamtex, Tabiin, menjelaskan bahwa perusahaan belum memberikan kepastian terkait hak-hak pekerja, termasuk kekurangan upah, kepastian status hubungan kerja, dan kelanjutan operasional perusahaan.
“Hasil dari pertemuan tadi, kami menyampaikan tujuh poin tuntutan kepada DPRD. DPRD menyarankan agar dilakukan perundingan bipartit, karena yang hadir hanya kuasa hukum dan manajemen perusahaan yang tidak memiliki kewenangan untuk mengambil keputusan langsung,” ujar Tabiin.
Perundingan bipartit ini, lanjutnya, bertujuan agar pengusaha dan pekerja dapat berdialog langsung untuk membahas tuntutan secara kekeluargaan. “Harapannya, dari perundingan itu bisa diketahui apakah tuntutan kami akan direalisasikan atau tidak,” jelasnya.
Tabiin menegaskan bahwa fokus utama para buruh adalah kejelasan status kerja. “Apakah kami akan dipekerjakan kembali atau di-PHK? Kalau di-PHK, kami tidak akan mempermasalahkan upah, kami akan fokus pada pesangon. Tapi kalau masih dianggap sebagai pekerja, maka upah sejak 18 Februari 2025 juga harus dibayarkan,” tandasnya.
Ia menambahkan, hingga kini perusahaan belum memberikan informasi resmi. “Kami tidak tahu, apakah kami ini dirumahkan, diliburkan, diskors, atau akan di-PHK. Sejak keputusan MA, kami belum dipekerjakan lagi dan tidak ada kejelasan dari perusahaan.”
Sementara itu, buruh juga mengaku resah setelah mengetahui adanya penjualan aset perusahaan seperti mesin tenun, genset, dan stok barang, tanpa kejelasan apakah hasil penjualan tersebut akan digunakan untuk membayar hak-hak pekerja.
Melalui DPRD, para buruh mendesak pemerintah daerah untuk serius mengawal penyelesaian persoalan ini, serta menegakkan hukum ketenagakerjaan secara adil agar tidak terus menerus merugikan pekerja.
“Kami hanya ingin kepastian dan keadilan. Delapan bulan tanpa pendapatan itu bukan hal yang mudah. Kami mohon negara hadir dan tidak membiarkan pekerja dibiarkan berjuang sendirian,” pungkas Tabiin.
Kermit Slater