Jakarta, E Channel.co.id – Pemerintah akan menggunakan Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN) untuk menyalurkan Bantuan Sosial mulai Triwulan II 2025. Penggunaan DTSEN ini untuk menghindari penyaluran Bansos yang tidak tepat sasaran. Dengan sistem baru tersebut, diketahui ada lebih dari 8 juta data penerima bantuan yang dinilai tidak layak sehingga dinonaktifkan.

Menteri Sosial Saifullah Yusuf (Gus Ipul) menjelaskan, Banyaknya bansos tidak tepat sasaran akibat data yang tidak sinkron antar kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah. “Maka kemudian terbit Inpres Nomor 4 Tahun 2025, karena data tunggal, yang memproses dan menentukan ya tunggal hanya BPS,” ujar Gus Ipul dalam Rapat Kerja dengan Komisi IX DPR di Jakarta, Selasa (15/7).

Dengan terbitnya Inpres tersebut, kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah wajib mendukung pemutakhiran data yang dilakukan Badan Pusat Statistik (BPS).

Salah satu konsekuensi penerapan Inpres 4/2025 adalah penonaktifan lebih dari 8 juta data penerima bansos. Data penerima yang dinonaktifkan diambil berdasarkan verifikasi lapangan atau ground check yang dilakukan Kementerian Sosial bersama BPS.

Selain itu, dasar penilaian dilakukan berdasarkan pemeringkatan melalui sistem desil DTSEN. Desil yang dimaksud adalah pembagian kelompok masyarakat berdasarkan tingkat kesejahteraan, mulai dari desil 1 (paling miskin) hingga desil 10 (paling mampu). Namun demikian, kuota bantuan tidak akan dikurangi melainkan dialihkan ke penerima yang lebih berhak, berdasarkan hasil pemutakhiran data DTSEN.

Reaktivasi Data

Gus Ipul mengakui, proses pemutakhiran data bukan tanpa kekurangan, karena itu pemerintah membuka ruang reaktivasi bagi masyarakat yang merasa layak menerima bansos. Proses reaktivasi dibuka melalui dua jalur: formal dan partisipatif. Jalur formal dilakukan lewat RT/RW, kelurahan, Dinas Sosial, dan disahkan oleh kepala daerah. Sementara jalur partisipatif bisa diakses melalui aplikasi Cek Bansos, yang memungkinkan masyarakat mengajukan usulan atau sanggahan secara mandiri.

“Ada 39 pertanyaan yang bisa dijawab untuk kemudian disesuaikan dengan kriteria BPJS. Usul sanggah ini akan diproses sampai ke BPJS, tetapi akhirnya yang menentukan adalah BPJS,” ujar Gus Ipul.

Selain itu, aplikasi Sistem Informasi Kesejahteraan Sosial Next Generation (SIKS-NG) juga bisa digunakan Dinas Sosial untuk mendukung proses reaktivasi.

Hingga saat ini, dari lebih dari 8 juta data yang dinonaktifkan, baru 25.628 atau 0,3 persen yang telah melakukan reaktivasi. Dari angka tersebut, 1.822 usulan reaktivasi masih menunggu persetujuan Pusdatin, 2.578 telah disetujui namun belum diaktifkan BPJS, 18.869 sudah aktif sebagai peserta PBI-JK, dan 2.359 aktif namun pindah segmen.

Kuota Bansos

Gus Ipul menjelaskan bahwa kuota penerima bansos saat ini hanya mencakup 96,8 juta jiwa. Padahal untuk menjangkau seluruh masyarakat hingga desil 4, diperlukan kuota minimal 112 juta jiwa. “Karena basis kita itu kuota, maka kita memilih prioritas bagi mereka yang paling membutuhkan,” katanya.

Ia berharap, melalui koordinasi lintas kementerian, bansos bisa semakin tepat sasaran dan tak ada lagi warga miskin yang tak mendapatkan pelayanan kesehatan.

Martin Budi Laksono