Karanganyar– Musik jadul kembali menemukan momentumnya di tengah gempuran industri hiburan modern. Orkes Melayu (OM) Lorenza, grup musik asal Sukoharjo, berhasil menghidupkan kembali kejayaan dangdut klasik era 70-an hingga 90-an. Setiap kali tampil, ribuan penggemar berbondong-bondong hadir, menciptakan atmosfer nostalgia yang begitu kuat.
Fenomena ini menjadi bukti bahwa musik lawas masih memiliki tempat di hati masyarakat. Dengan gaya khas mereka yang mengusung lagu-lagu bernuansa retro, seperti Tambal Ban, OM Lorenza tidak hanya menarik perhatian kalangan tua, tetapi juga generasi muda yang haus akan pengalaman musikal yang autentik.

Antusiasme Publik dan Daya Tarik Lorenza
Dalam beberapa pertunjukan terakhirnya, OM Lorenza sukses menarik lebih dari 5.000 penonton dalam satu panggung. Banyak dari mereka datang mengenakan busana era 80-an, seperti celana cutbray dan kemeja vintage, seolah ingin kembali ke masa lalu.
“Saya merasa seperti kembali ke masa muda. Musiknya mengingatkan saya pada zaman dulu, saat dangdut masih benar-benar menggambarkan kehidupan rakyat kecil,” ujar Rahayu, salah satu penonton yang datang dari Boyolali.
Bukan hanya nostalgia yang menjadi daya tarik utama, tetapi juga keaslian dan kesederhanaan yang mereka tawarkan. Dibandingkan dengan musik modern yang didominasi aransemen elektronik dan autotune, Lorenza menyajikan musik live dengan nuansa orkes Melayu yang khas, membuat pertunjukan mereka terasa lebih hidup.
Musik sebagai simbol protes Budaya’?
Kehadiran OM Lorenza juga bisa dimaknai sebagai bentuk ‘protes ’ terhadap arus globalisasi yang semakin mengikis budaya lokal.
Bahkan, fenomena Lorenza bisa dianggap sebagai reaksi atas ketidaksiapan sebagian masyarakat menghadapi modernitas yang serba digital dan instan. Mereka mencari ketenangan dalam budaya masa lalu yang lebih akrab dan berakar pada kehidupan sehari-hari.

Dampak Ekonomi dan Budaya
Selain menjadi hiburan, kemunculan OM Lorenza juga membawa dampak ekonomi yang signifikan. Di setiap acara mereka, pedagang makanan, minuman, hingga penjual atribut jadul mengalami lonjakan omzet.
“Sejak ada konser OM Lorenza, penjualan baju retro saya meningkat drastis. Banyak anak muda yang sengaja mencari pakaian ala 80-an untuk dipakai saat nonton,” ujar Rina, salah satu pedagang di sekitar lokasi konser.

Fenomena ini juga membuktikan bahwa industri hiburan lokal masih bisa berkembang tanpa harus mengikuti tren global. Lorenza menunjukkan bahwa musik dari akar budaya sendiri tetap memiliki daya tarik kuat jika dikemas dengan autentik dan menarik.
OM Lorenza bukan sekadar grup musik dangdut biasa. Mereka adalah simbol kebangkitan nostalgia dan perlawanan terhadap homogenisasi budaya pop modern. Dengan ribuan penggemar yang terus bertambah, tidak menutup kemungkinan bahwa fenomena ini akan membawa gelombang baru dalam dunia musik Indonesia—sebuah era di mana musik rakyat kembali menjadi raja.
Laporan : Heru Warsito, E Channel TV , Karanganyar Jawa Tengah