Peluncuran perdagangan karbon internasional di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, 20 Januari 2025. (BAY ISMOYO/AFP

Pada 20 Januari 2025, Bursa Karbon Indonesia (IDX Carbon) resmi meluncurkan perdagangan karbon internasional. Menteri Lingkungan Hidup, Hanif Faisol Nurofiq, menyatakan bahwa langkah ini bertujuan meningkatkan volume, transaksi, dan partisipasi dalam perdagangan karbon di Indonesia, sejalan dengan target iklim nasional yang tercantum dalam Nationally Determined Contribution (NDC).

Peluncuran ini didasarkan pada Peraturan Presiden Nomor 98 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon. Indonesia telah menyiapkan proyek-proyek pendukung, seperti pengoperasian pembangkit listrik tenaga gas alam Priok Blok IV dengan kapasitas 595 ribu ton CO2 ekuivalen, pembangkit listrik tenaga mini hidro Gunung Wukul dengan kapasitas 5.000 ton CO2 ekuivalen, dan pembangkit listrik tenaga gas alam PJB Muara Karang Blok III dengan kapasitas 750 ribu ton CO2 ekuivalen.

Direktur Utama Bursa Efek Indonesia (BEI), Iman Rachman, mengungkapkan peningkatan minat dalam perdagangan karbon. Sejak diperkenalkan pada 26 September 2023, jumlah peserta terdaftar meningkat dari 14 menjadi 104 pada tahun lalu. Total perdagangan unit karbon mencapai 1,13 juta ton CO2 ekuivalen, setara dengan Rp58,86 miliar. Iman menargetkan volume perdagangan IDX Carbon tahun ini mencapai 750 ribu ton CO2 ekuivalen, dengan penambahan 200 pengguna jasa karbon.

Namun, juru kampanye hutan Greenpeace Indonesia, Iqbal Damanik, menilai perdagangan karbon tidak efektif menurunkan emisi gas rumah kaca dan menganggapnya sebagai praktik ‘greenwashing’. Ia menyatakan bahwa sistem cap and trade tidak mengurangi emisi secara nyata, melainkan memberikan hak berpolusi kepada perusahaan lain. Iqbal juga meragukan minat pasar internasional terhadap perdagangan karbon Indonesia, mengingat kebijakan pemerintah yang masih mendukung pembangunan PLTU batu bara dan deforestasi. ( VOA Indonesia )