Semarang, 6 Februari 2025 – Masyarakat kembali dihadapkan pada kelangkaan elpiji 3 kg di berbagai daerah, termasuk Karanganyar dan sekitarnya. Harga melonjak, antrean di pangkalan mengular, dan banyak warga terpaksa beralih ke kayu bakar atau minyak tanah yang sulit didapat. Pemerintah berdalih pasokan aman, namun fakta di lapangan menunjukkan sebaliknya.
Kelangkaan elpiji ini bukan fenomena baru. Setiap tahun, terutama menjelang momentum politik dan kenaikan kebutuhan rumah tangga, masalah ini kembali mencuat. Alasan yang sering muncul adalah peningkatan konsumsi, distribusi yang terganggu, hingga dugaan penimbunan oleh oknum tertentu. Namun, apakah ini sekadar persoalan teknis atau ada faktor lain yang lebih mendasar?
Rantai Distribusi Bermasalah?
Sejumlah pengecer di Karanganyar mengaku kesulitan mendapatkan pasokan dari agen resmi. “Biasanya saya dapat 50 tabung per minggu, sekarang hanya dapat 20. Sementara permintaan meningkat,” ujar seorang pemilik warung di Kecamatan Tasikmadu. Ia menambahkan bahwa harga di tingkat pengecer bisa mencapai Rp30.000 per tabung, jauh di atas Harga Eceran Tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah sekitar Rp18.000.
Pihak agen berdalih bahwa pasokan dari Pertamina masih sesuai kuota, namun di lapangan, ada indikasi elpiji bersubsidi diselewengkan ke sektor industri atau dijual dengan harga lebih tinggi di luar daerah. Pengawasan yang lemah membuka celah bagi spekulan untuk bermain.
Janji Pemerintah dan Realita di Lapangan
Pemerintah daerah dan Pertamina telah beberapa kali menggelar operasi pasar untuk menekan harga dan memastikan distribusi berjalan lancar. Namun, langkah ini kerap bersifat jangka pendek. Begitu operasi usai, harga kembali meroket dan stok menghilang dari pasaran.
Pj Bupati Karanganyar menyatakan telah berkoordinasi dengan pihak terkait untuk mengatasi masalah ini. “Kami akan menindak tegas siapa pun yang terbukti melakukan penimbunan atau penyimpangan distribusi,” ujarnya dalam konferensi pers. Namun, pernyataan serupa juga pernah disampaikan sebelumnya tanpa perubahan signifikan.
Solusi Jangka Panjang: Mungkinkah?
Kelangkaan elpiji bukan sekadar persoalan pasokan, tetapi juga kebijakan energi yang belum sepenuhnya berpihak kepada masyarakat kecil. Pemerintah telah menggencarkan konversi ke kompor listrik, tetapi program ini masih jauh dari optimal, terutama di daerah pedesaan dengan akses listrik terbatas.
Jika tidak ada kebijakan yang lebih tegas dan transparan, masyarakat akan terus menjadi korban permainan harga dan ketidakpastian pasokan. Sudah saatnya pengawasan diperketat, distribusi diperbaiki, dan subsidi benar-benar tepat sasaran. Jangan sampai kelangkaan elpiji ini menjadi siklus tahunan yang dibiarkan berulang tanpa solusi konkret.
(Redaksi E Channel)