Surabaya, E Channel.co.id- Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Jawa Timur menyatakan bahwa penggunaan sound horeg yang berlebihan, terutama yang melebihi ambang batas wajar, hingga mengganggu kenyamanan, kesehatan, bahkan merusak fasilitas umum, dinyatakan haram.
Pernyataan tersebut termuat dalam salah satu isi Fatwa Nomor 1 Tahun 2025 tentang Penggunaan Sound Horeg yang belakangan menuai kontroversi dan keresahan publik di berbagai daerah.
Fatwa ini dikeluarkan setelah MUI Jatim, melalui Komisi Fatwa setelah menggelar rapat khusus dan forum dengar pendapat dengan melibatkan berbagai pihak, antara lain pakar kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan (THT), perwakilan Pemerintah Provinsi Jawa Timur, aparat kepolisian, tokoh masyarakat yang terdampak langsung, serta perwakilan Paguyuban Sound Horeg Jawa Timur. Rapat berlangsung pada Rabu (09/07) di kantor MUI Jatim, Surabaya.
Dalam konsiderannya, MUI Jatim menyatakan bahwa kemajuan teknologi audio digital pada dasarnya positif dan dibolehkan jika digunakan dalam kegiatan sosial, budaya, keagamaan, dan lainnya, selama tidak bertentangan dengan hukum serta prinsip-prinsip syariah.
Namun, penggunaan sound horeg yang berlebihan, terutama yang melebihi ambang batas wajar, hingga mengganggu kenyamanan, kesehatan, bahkan merusak fasilitas umum, dinyatakan haram. Terlebih jika disertai aksi joget campur laki-laki dan perempuan, membuka aurat, dan kemaksiatan lainnya, baik dilakukan di tempat terbuka maupun dibawa keliling permukiman warga.
“Setiap individu memiliki hak berekspresi selama tidak mengganggu hak asasi orang lain,” bunyi salah satu poin dalam fatwa tersebut, seperti dikutip dari situs resmi MUI Provinsi Jawa Timur.
Komisi Fatwa juga menegaskan, penggunaan sound horeg diperbolehkan jika volumenya masih dalam ambang wajar, digunakan dalam acara positif seperti pengajian, shalawatan, atau resepsi pernikahan, serta tidak mengandung unsur maksiat.
Adapun fenomena battle sound atau adu suara sound system yang kerap terjadi dan terbukti menimbulkan kebisingan ekstrem, serta dinilai sebagai bentuk tabdzir (pemborosan) dan idha’atul mal (penyia-nyiaan harta), maka diharamkan secara mutlak.
Fatwa juga memuat ketentuan bahwa apabila penggunaan sound horeg menyebabkan kerusakan atau kerugian bagi pihak lain, wajib dilakukan penggantian sesuai dengan prinsip tanggung jawab dalam syariah.
Martin Budi Laksono