SEMARANG – Pemerintah Provinsi Jawa Tengah tengah merancang skema role model pendampingan dan pelatihan bagi calon Pekerja Migran Indonesia (PMI) yang akan diberangkatkan ke luar negeri.
Gubernur Jawa Tengah, Ahmad Luthfi, menyampaikan komitmen tersebut saat menerima kunjungan Menteri Perlindungan Pekerja Migran Indonesia, Abdul Kadir Karding, di kantornya.
Ahmad Luthfi mengatakan, pihaknya telah menginstruksikan Dinas Tenaga Kerja untuk menyusun model pendampingan dan pelatihan terintegrasi di kabupaten/kota.
Skema tersebut mencakup seluruh tahapan, mulai dari proses rekrutmen hingga pemberangkatan PMI, guna memastikan calon tenaga kerja benar-benar siap secara keterampilan maupun legalitas.
“Pemprov siap jadi percontohan nasional dalam pendampingan PMI. Ini penting agar mereka berangkat secara legal, terlatih, dan terlindungi,” ujar Luthfi.
Pemasok Terbesar Kedua
Data menunjukkan, pada tahun 2024, Jawa Tengah menempati posisi kedua sebagai daerah asal PMI terbanyak setelah Jawa Timur, dengan jumlah penempatan mencapai 66.611 orang. Sementara itu, dalam kurun Januari hingga Maret 2025, sebanyak 14.361 PMI telah diberangkatkan dari Jawa Tengah.
Sebagian besar berasal dari sembilan kabupaten, yakni Cilacap, Kendal, Brebes, Pati, Grobogan, Banyumas, Sragen, Kebumen, dan Sukoharjo.
Para pekerja migran ini tersebar di berbagai negara tujuan dan diharapkan dapat memberikan kontribusi bukan hanya dari sisi devisa, tetapi juga lewat ilmu dan pengalaman saat kembali ke tanah air.
Dorongan Regulasi dan Penempatan Medium-Skill
Dalam kesempatan tersebut, Menteri Abdul Kadir Karding mendorong pemerintah daerah untuk menyusun peraturan daerah (Perda) khusus mengenai perlindungan pekerja migran.
Menurutnya, regulasi tersebut penting untuk memperkuat sistem perlindungan terhadap PMI, mulai dari proses awal hingga masa kerja di luar negeri.
“Kami ingin mendorong penempatan tenaga kerja dengan keterampilan menengah ke atas. Ini akan memberikan efek berganda bagi ekonomi daerah,” ungkapnya.
Ia juga menekankan pentingnya edukasi kepada masyarakat agar memahami pentingnya prosedur legal dalam penempatan PMI.
Pasalnya, sekitar 95 persen PMI yang berangkat ke negara seperti Arab Saudi, Malaysia, Hong Kong, dan Thailand masih menggunakan jalur non-prosedural.
“Dengan sosialisasi yang masif dan dukungan dari pemerintah daerah, kita bisa menekan angka pengiriman non-prosedural,” tambahnya.
Program ini diharapkan mampu menjadi solusi strategis untuk mengurangi pengangguran di daerah sekaligus meningkatkan kualitas dan perlindungan terhadap PMI asal Jawa Tengah.***
Yovita Nugroho