
Boyolali – Menjelang bulan Ramadan, ribuan warga dari 15 desa di Kecamatan Cepogo, Boyolali, Jawa Tengah, menggelar tradisi Grebeg Sadranan pada Minggu siang (…). Acara ini menjadi bagian dari rangkaian tradisi Sadranan yang dilakukan tiga pekan sebelum puasa untuk berdoa bagi leluhur dan mempererat silaturahmi.
Dalam prosesi Grebeg Sadranan, ratusan warga berpakaian adat membawa gunungan hasil bumi serta tenong berisi aneka makanan tradisional menuju Alun-Alun Pancasila, Cepogo. Kirab ini semakin meriah dengan kehadiran pasukan prajurit Keraton Surakarta yang mengiringi perjalanan warga.
Ketua Paguyuban Kepala Desa Cepogo, Mawardi, menjelaskan bahwa tradisi ini menandai dimulainya rangkaian Sadranan di berbagai desa.

“Acara Grebeg Sadranan ini sebagai pembuka bahwa tradisi Sadranan tahun ini telah dimulai. Setelah acara ini, setiap desa akan menggelar Sadranan yang diawali dengan membersihkan makam, mengadakan sedekah makanan, dan diakhiri dengan silaturahmi,” ujarnya.
Setelah prosesi doa dipimpin oleh pemuka agama, warga yang sudah menunggu sejak pagi langsung berbondong-bondong berebut gunungan sayur-mayur dan isi tenong yang berisi aneka jajanan pasar. Salah satu makanan yang paling banyak diburu adalah kue apem, yang memiliki filosofi permohonan maaf kepada leluhur dan sesama.

Salah satu warga, Efi, mengungkapkan kegembiraannya mengikuti acara ini.
“Setiap tahun menjelang puasa, tradisi ini selalu ramai. Saya ikut berebut apem karena memang identik dengan Sadranan,” katanya
Simbol Kebersamaan dan Gotong Royong
Selain sebagai warisan budaya, tradisi Sadranan juga menjadi ajang silaturahmi bagi perantau yang kembali ke kampung halaman menjelang Ramadan. Mereka berziarah ke makam leluhur sambil membawa makanan sebagai bentuk penghormatan dan kebersamaan.
Budayawan Surojo menjelaskan bahwa Sadranan tidak hanya soal makanan, tetapi juga memiliki nilai spiritual yang mendalam.
“Doa adalah inti dari Sadranan. Makanan seperti apem dan jadah memiliki makna filosofis sebagai ungkapan syukur dan permohonan maaf kepada Allah serta leluhur,” paparnya.
Dalam perkembangannya, tradisi ini semakin kaya dengan unsur budaya, salah satunya dengan mengadakan kirab tenong yang menampilkan simbol kebersamaan warga.
Dengan semakin meningkatnya antusiasme masyarakat, Grebeg Sadranan diharapkan tetap lestari sebagai warisan budaya yang memperkuat nilai gotong royong dan kebersamaan di Boyolali.
Ahza Ardani | Boyolali Jawa Tengah